Yang Pernah Saya Sangsikan Tentang Pakaian Syar’i

image

Sudah beberapa waktu ini saya memutuskan untuk memperbaiki pakaian menjadi lebih syar’i. Perlu niat kuat memang, bahkan saya harus bertahap dalam menjalaninya. Berusaha tetap menatap ke depan, meski di sekeliling kadang ada bisikan yang menyangsikan.

Saya tidak akan bicara banyak tentang ayat atau perintah menutup aurat, karena belum ada kapasitas yang cukup untuk membahasnya. Saya takut akan keliru menafsirkan. Maka akan saya bahas hanya dari sisi apa yang saya rasa, pengalaman.

Bagaimana rasanya?
Masya Allah, nyaman sekali, kawan. Sekali lagi, nyaman.

Ini mematahkan beberapa anggapan keliru —yang beberapanya juga pernah terpikir oleh saya— tentang kerudung lebar.

RIBET
Image jilbab syar’i yang pertama kali tertanam kuat di benak saya adalah sosok Nida di majalah Annida, bacaan saya saat sekolah. Dari gambar terlihat ujung kerudung Nida berkibar tertiup angin. Awalnya memang saya pikir, “duuh ribet banget yaa, panjang gitu mblewer kemana-mana.” tapi pas saya sendiri mulai pakai… enak sekali.
Panjangkan.
Ulurkan.
Sederhanakan.
Semakin sederhana, semakin baik. Maka akhirnya saya sadar jilbab syar’i tidak ribet sama sekali. Hanya perlu satu peniti ditambah satu bros jika perlu. Bahkan tidak perlu sama sekali karena kadang saya pakai bergo, kerudung instan. Mereka sederhana, tidak perlu tutorial. Tinggal ulurkan, sederhanakan. Beda sekali dengan “hijab modern” yang beberapa juga pernah saya pakai, lilit sana lilit sini, peniti sana peniti sini. Ribet memikirkan model yang up to date, yang sedang ngetrend. Dari sini saya ambil satu pelajaran, agama memudahkan, manusia yang menyulitkan.

GERAH
Mungkin mayoritas orang berpikir, dengan gamis dan khimar lebar, apa tidak gerah? Saya juga pernah berpikir demikian, sebelum memakainya sendiri. Tapi sungguh, setelah menjalani, bukan perkara kelebaran khimar yang membuat gerah. Toh, mereka yang belum berjilbab pun bisa merasa gerah. Kan ada yang biasa pakai baju berlapis-lapis, berkiblat ke mode terkini orang Barat. Yang mereka pakai di musim dingin, sok kita pakai di negara dua musim.
Bukan perkara tertutup dan tidak tertutup yang membuat gerah. Asal kita bisa memilih bahan pakaian yang nyaman, insya Allah tidak masalah. Tentu saja, yang tidak menempel ke tubuh dan tidak menerawang yaa. Jadi tinggal pintar-pintar pilih kain saja. Tapi ajaibnya, sepanjang pengalaman, pakaian tertutup ini malah lebih adem. Mungkin karena tidak menempel ke tubuh, jadi sirkulasi udara terjaga. Serius, adem.

KUNO
Pakaian panjang begitu, malah kelihatan tua kau.”
“Kayak emak-emak deh.”
Beberapa komen yang juga sempat saya terima. Saya dengarkan saja, karena saya memang sudah tua. Sudah lama menikmati dunia. Tak punya banyak waktu lagi untuk memperbaiki diri. Siapa yang tahu saya besok masih hidup atau tidak?
Pandangan “kuno” pada mereka yang berpakaian syar’i saya kira tidak berdasar. Jika dianggap kuno karena tidak mengikuti trend, bukankah bagus? Anti-mainstream. Itu kan yang sering digaungkan orang-orang kekinian. Terlebih jika mereka yang berpakaian serba tertutup dianggap kuno dan mereka yang tidak tertutup dianggap modern, maka orang primitif jauh lebih modern karena mereka –-maaf— nyaris telanjang. Astaghfirullah. Memikirkan ini saya sedih mengingat bagaimana dulu saya berpakaian.

FANATIK MENJURUS TERORIS
Na’udzubillah, ini doktrin yang begitu menyedihkan. Bukankah lebih baik fanatik pada ajaran agamamu, dibanding fanatik pada aturan kaum lain? Jika kita mampu bahkan tergila-gila dengan mode orang kafir, mengapa begitu sulit membiasakan diri memakai apa yang Allah perintahkan. Jika kita mampu membeli pakaian you can see, tas branded, sepatu bermerk dengan nominal jutaan, mengapa sulit memakai selembar dua lembar kain berbentuk gamis dan khimar, yang pada kenyataannya jauh lebih murah dan sederhana.
Jikapun akhirnya tetap dipandang negatif dengan jilbab syar’i-mu, stay strong. Orang baik tak selalu dipandang baik. Allah bersamamu.

AKHLAK BELUM BAIK
Ini poin yang membuat saya terlalu lama menunda perintah menutup aurat dengan sempurna. Meski sudah membalut aurat sejak kecil, pikiran bahwa saya belum cukup baik untuk berjilbab syar’i cukup menyita waktu.
“Saya malu, akhlak buruk, masa memakai jilbab lebar.”
“Saya belum siap, bagaimana jika nanti tidak bisa istiqomah?”

Semuanya tertahan di niat, tanpa action. Hingga akhirnya setelah banyak mendengar pengalaman orang lain, saya yakinkan diri untuk melakukan aksi.
Bahwa berjilbab syar’i tak mesti menunggu kita baik, ia insya Allah akan mengikuti. Meski saya bukan orang baik, tapi setidaknya ada satu perintah-Nya yang sudah saya coba taati, dalam berpakaian. Jika ada yang berkata,
Akhlakmu belum bagus, ibadah masih keteteran, sok pakai pakaian syar’i. Mending aku, meski kerudung sebatas leher, ibadahku lebih baik.
Jawab saja dengan senyum…
Maka, dengan akhlak dan ibadah yang lebih bagus. Jika kau tambah dengan pakaian yang sesuai syariat, bukankah lebih indah?

SULIT BERGAUL
Komunitasnya pasti terbatas, gak bisa nongkrong cantik, gak bisa cekakak-cekikik, gak bisa pulang malam.
Sempat takut memang, akan dijauhi teman karena penampilan sudah berbeda. Tapi buktinya, mereka fine-fine saja. Malah akan lebih baik jika kita bisa menularkan kebaikan pada mereka. Bukankah berjuang bersama sahabat akan lebih menyenangkan?
Jika pun kau tak lagi diterima di lingkungan lamamu, masih banyak saudara yang siap menemanimu. Banyak yang peduli atas perjuanganmu. Apalagi di zaman modern dimana sosial media dengan mudah diakses, kau bisa menemukan saudara yang siap memotivasimu meski kalian bahkan belum pernah bertatap muka.
Percayalah, ikatan persaudaraan di ‘dunia’ ini sungguh luar biasa. Banyak yang menemanimu, banyak yang berjuang sepertimu.

Di akhir tulisan, saya tegaskan, bukan bermaksud menyinggung mereka yang belum berpakaian syar’i. Namun jika ada yang tergerak ingin hijrah karena tulisan ini, alhamdulillah. Saya masih belajar, jauuuuh dari sempurna. Akhlak belum baik, dengan bertahap, saya ingin mulai dengan menyempurnakan pakaian. Tapi sungguh, saya ingin berbagi bagaimana nyamannya berpakaian seperti ini. Saya yakin, setiap muslimah punya keinginan untuk menjadi lebih baik, hanya masalah niat dan waktu saja. Jika sudah ada niat, lakukan. Tak perlu takut. Ada Allah yang melindungi. Jika ingin teman manusia, saya siap menemani. Berjuang bersama. :)

3 thoughts on “Yang Pernah Saya Sangsikan Tentang Pakaian Syar’i

  1. Syariat memang tidak menyulitkan, hanya saja manusia suka membuat kesulitan dg banyak gaya.
    Mudah mudahan istiqomah dan bertambah terus keimanannya.

  2. saya juga sedang berusaha dan akan tetap mempertahankan dan berusaha lagi meski ada sebagian teman kantor tidak mengikutkan daftar nama saya ke dalam genk mereka hingga tak diajak bareng ketika ada kegiatan bersama. mungkin diawal akan membuat tidak nyaman tapi InsyaAllah niat menjadi lebih baik dalam berpakaian tidak akan luntur hanya karena sebagian kecil.

Tinggalkan Balasan ke phrairin Batalkan balasan